GerungNews.com, 27 April 2024 - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawasi penggunaan kuota penangkapan benih bening lobster (BBL) oleh nelayan atau kelompok nelayan. Sistem ini mencakup seluruh proses pengelolaan penggunaan BBL dari hulu ke hilir.
Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Tb. Haeru Rahayu, menjelaskan bahwa sistem ini dikenal sebagai Sistem Informasi Pengelolaan Lobster Kepiting dan Rajungan (SILOKER). Sistem terintegrasi ini dapat diakses oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kelompok nelayan yang menangkap BBL.
"Aplikasi ini kami siapkan sebagai implementasi dari Permen KP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang baru-baru ini diterbitkan," ungkapnya.
Dengan SILOKER, nelayan akan lebih mudah dalam mengusulkan kelompok dan memperoleh kuota penangkapan BBL yang penetapannya diberikan DKP Provinsi kepada kelompok nelayan/kelompok usaha bersama (KUB). Penetapan diperoleh setelah diverifikasi dan direkomendasikan oleh DKP Kabupaten/Kota yang semuanya dilakukan secara elektronik.
Aplikasi ini juga akan memudahkan nelayan memperoleh surat keterangan asal (SKA) mulai dari pengajuan hingga penerbitannya. SKA digunakan untuk memastikan ketertelusuran (traceability) produk hasil tangkapan nelayan.
“Tidak berhenti sampai sini saja, sistem ini juga ada menu untuk pendataan hasil tangkapan BBL. Sehingga selain traceability, kita juga memantau dan mengetahui berapa besar potensi BBL yang dimanfaatkan nelayan,” imbuh Tebe.
Agar dapat mengakses sistem tersebut, nelayan harus memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Penangkapan/Pengambilan Induk/Benih Ikan di Laut (03115) dan bergabung dalam KUB dengan minimal 10 orang. Setiap KUB akan diberikan 1 akun yang dapat diperoleh setelah melakukan registrasi dalam aplikasi SILOKER.
Nelayan tidak perlu khawatir karena akan ada pendampingan yang dilakukan oleh para penyuluh perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah. Hal ini diungkapkan oleh Tebe.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa KKP melakukan perubahan dalam tata kelola BBL. Perubahan ini bertujuan untuk membangun Indonesia sebagai rantai pasok global komoditas lobster dunia dan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menteri Trenggono juga menekankan bahwa PNBP yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembangunan budidaya di Indonesia. Ia juga mengingatkan agar tidak ada yang menghalangi upaya-upaya ini, karena bisa jadi mereka merupakan bagian dari mafia penyelundupan.