Mengurai Benang Kusut Terbitnya Sertifikat Laut Kohod Kabupaten Tangerang
Oleh: Hadi Hartono*)
Untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks terkait sertifikat lahan di Kawasan Hutan Lindung (Kohod) Kabupaten Tangerang, diperlukan serangkaian langkah yang sistematis dan terencana. Langkah pertama yang harus diambil adalah mengidentifikasi sumber permasalahan yang ada, terutama berkaitan dengan perubahan Peraturan Daerah (Perda) dari No. 13 Tahun 2011 menjadi No. 9 Tahun 2020 yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Perubahan ini dapat mempengaruhi status dan keabsahan sertifikat lahan yang telah diterbitkan sebelumnya, sehingga penting untuk memahami implikasi dari perubahan regulasi tersebut.
Selanjutnya, analisis mendalam terhadap proses perizinan lahan di Kawasan luar garis pantai hharus dilakukan. Hal ini mencakup penelusuran apakah terdapat pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku dalam proses pengeluaran sertifikat lahan. Dengan memahami alur dan prosedur perizinan yang ada, akan lebih mudah untuk mengidentifikasi titik-titik lemah yang mungkin menjadi penyebab timbulnya masalah. Evaluasi keabsahan sertifikat juga menjadi aspek penting, di mana perlu diteliti apakah sertifikat yang diterbitkan memenuhi syarat dan ketentuan hukum yang berlaku, serta apakah ada sertifikat yang dikeluarkan secara tidak sah.
Langkah untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan sertifikat lahan sangat krusial. Dengan mengetahui siapa saja yang memiliki kepentingan dalam isu ini, akan lebih mudah untuk mencari solusi yang tepat. Solusi tersebut bisa berupa revisi terhadap peraturan daerah yang ada, pembatalan sertifikat yang tidak sah, atau melakukan mediasi dengan pihak-pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Melalui pendekatan yang komprehensif ini, diharapkan permasalahan sertifikat lahan di Kawasan luar garis pantai Kohod Kabupaten Tangerang dapat teratasi dengan baik.
Sumber Persoalan
Sumber permasalahan telah berhasil diidentifikasi dengan jelas. Perubahan Peraturan Daerah (Perda) No. 13 Tahun 2011 menjadi Perda No. 9 Tahun 2020 yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Kabupaten Tangerang menjadi faktor utama yang memicu isu terkait sertifikat lahan di Kawasan luar garis pantai Kohod. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada pengaturan tata ruang, tetapi juga berimplikasi pada legalitas penggunaan lahan yang seharusnya dilindungi, sehingga menimbulkan keraguan mengenai kepatuhan terhadap regulasi yang ada.
Dengan adanya perubahan Perda tersebut, terdapat kemungkinan untuk mengubah fungsi lahan di Kawasan luar garis pantai Kohod yang sebelumnya dilindungi dari alih fungsi menjadi lahan yang dapat diterbitkan sertifikatnya. Hal ini menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan untuk menerbitkan sertifikat lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebelumnya. Situasi ini menimbulkan tantangan dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan, serta menimbulkan pertanyaan mengenai integritas proses pengambilan keputusan yang melibatkan perubahan regulasi ini.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai sumber masalah ini, beberapa pertanyaan krusial perlu mendapat jawaban. Pertama, apa yang menjadi pendorong utama di balik perubahan Perda No. 13 Tahun 2011 menjadi Perda No. 9 Tahun 2020? Selanjutnya, bagaimana mekanisme dan prosedur yang dilalui dalam proses perubahan Perda ini? Terakhir, penting untuk mengeksplorasi apakah terdapat konflik kepentingan yang mungkin mempengaruhi keputusan dalam proses perubahan tersebut. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat menggali lebih dalam mengenai akar permasalahan dan merumuskan solusi yang tepat untuk mengatasi isu yang ada.
Proses Terbitnya PKKPR
Proses perizinan yang menghasilkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) melibatkan serangkaian tahapan yang harus dilalui dengan cermat. Tahapan pertama adalah pengajuan permohonan, di mana pemohon mengajukan permohonan untuk melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan luar garis pantai Kohod. Setelah permohonan diajukan, tahap berikutnya adalah evaluasi dan verifikasi yang dilakukan oleh instansi terkait. Pada tahap ini, instansi akan menilai kesesuaian permohonan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang berlaku, memastikan bahwa kegiatan yang diusulkan tidak bertentangan dengan rencana pengelolaan ruang yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, pengkajian dampak lingkungan menjadi langkah krusial dalam proses perizinan ini. Pengkajian ini bertujuan untuk menilai potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan pemanfaatan ruang terhadap lingkungan sekitar. Hasil dari pengkajian ini akan menjadi pertimbangan penting bagi instansi dalam mengambil keputusan. Setelah semua tahapan evaluasi dan pengkajian selesai, instansi terkait akan mengambil keputusan mengenai persetujuan atau penolakan permohonan yang diajukan. Jika permohonan disetujui, maka PKKPR akan diterbitkan sebagai dasar hukum untuk melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang yang dimaksud.
Dalam konteks sertifikat lahan di Kawasan luar garis pantai Kohod, penting untuk melakukan analisis mendalam mengenai keabsahan dan kepatuhan proses perizinan yang telah dilalui. Beberapa pertanyaan kunci yang perlu dijawab mencakup apakah proses perizinan telah dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel, serta apakah pengkajian dampak lingkungan telah dilakukan secara menyeluruh. Selain itu, perlu juga dipastikan bahwa penerbitan PKKPR telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, sehingga semua langkah dalam proses perizinan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pihak Terkait
Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dalam suatu proses adalah langkah penting untuk memahami dinamika yang ada. Dalam konteks penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Laut Kohod, Kabupaten Tangerang, terdapat beberapa entitas yang memiliki peran signifikan. Pertama, Pemerintah Kabupaten Tangerang berfungsi sebagai otoritas yang mengelola lahan serta menerbitkan izin yang diperlukan untuk pengembangan. Selain itu, Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memiliki tanggung jawab utama dalam proses penerbitan sertifikat-sertifikat tersebut, memastikan bahwa semua prosedur hukum diikuti dengan benar.
Selanjutnya, Dinas Tata Ruang dan Bangunan (DTRB) berperan dalam merencanakan dan mengelola tata ruang di daerah tersebut, sehingga pengembangan lahan dapat dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Di sisi lain, pengembang atau pemilik lahan memiliki kepentingan langsung terhadap penerbitan SHM dan SHGB, karena sertifikat ini akan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan mereka. Masyarakat lokal juga merupakan pihak yang tidak bisa diabaikan, karena mereka akan merasakan dampak dari setiap keputusan yang diambil terkait penerbitan sertifikat tersebut.
Lembaga lingkungan dan pihak perbankan juga memiliki peran penting dalam konteks ini. Lembaga lingkungan berfokus pada pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam, yang sering kali terpengaruh oleh pengembangan lahan. Sementara itu, pihak perbankan terkait jika dalam aspek pembiayaan dan kredit yang diperlukan untuk mendukung pengembangan lahan. Dengan mengidentifikasi semua pihak terkait ini, analisis yang lebih mendalam dapat dilakukan untuk memahami peran dan tanggung jawab masing-masing dalam proses penerbitan SHM dan SHGB di Laut Kohod, Kabupaten Tangerang.
Setiap Persoalan Pasti Ada Solusinya
Dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Laut Kohod, Kabupaten Tangerang, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) No. 9 Tahun 2020 mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Revisi ini bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan yang ada selaras dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga dapat menghindari adanya ketidakpastian hukum yang dapat merugikan masyarakat. Selain itu, pembatalan SHM atau SHGB yang diterbitkan secara tidak sah juga menjadi langkah penting untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum di wilayah tersebut. Proses peninjauan ulang terhadap izin/PKKPR dan penerbitan sertifikat juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua langkah yang diambil sesuai dengan regulasi yang ada.
Aspek lingkungan dan sosial juga harus menjadi perhatian utama dalam mencari solusi. Pelestarian lingkungan di Kawasan luar garis pantai Laut Kohod sangat penting untuk menjaga ekosistem yang ada. Upaya pengembangan berkelanjutan yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi harus diutamakan agar pembangunan tidak merusak sumber daya alam yang ada. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya alam sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kepentingan masyarakat lokal terakomodasi dan suara mereka didengar dalam proses pengambilan kebijakan.
Dari sisi teknis dan kelembagaan, pengembangan sistem informasi yang terintegrasi menjadi langkah strategis untuk memantau dan mengelola data terkait SHM dan SHGB. Hal ini akan memudahkan dalam pengawasan dan pengelolaan sertifikat yang ada. Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah juga sangat penting agar mereka dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dalam mengelola penerbitan sertifikat. Terakhir, pengembangan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya akan memperkuat sinergi dalam mengatasi permasalahan yang ada, sehingga solusi yang dihasilkan dapat lebih efektif dan berkelanjutan.
*)Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik, juga Pemimpin Redaksi naonsia.com